Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 15 Oktober 2013

TEORI SIBERNETIK



A.      PENGERTIAN BELAJAR MENURUT TEORI SIBERNETIK
Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relative baru dibandingkan dengan teori-teori belajar yang sudah dibahas sebelumnya. Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi. Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Seolah-olah teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Proses belajar memang penting dalam teori sibernetik, namun yang lebih penting lagi adalah system informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa. Informasi inilah yang akan menentukan proses. Bagaimana proses belajar akan berlangsung, sangat ditentukan oleh system informasi yang dipelajari.
Asumsi lain dari teori sibernetik adalah bahwa tidak ada suatu proses belajarpun yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh system informasi. sebuah informasi mungkin akan dipelajari oleh seorang siswa dengan satu macam proses belajar, dan informasi yang sama mungkin akan dipelajari siswa lain melalui proses belajar yang berbeda.
Implementasi teori sibernetik dalam kegiatan pembelajaran telah dikembangkan oleh beberapa tokoh , diantaranya adalah pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada pemrosesan informasiyang dikembangkan oleh Gage dan Berliner, Biehler, Snowman, Baine, dan Tennyson. Konsepsi Landa dalam model pendekatannya yang disebut algoritmik dan heuristik juga termasuk teori sibernetik. Pask dan Scott yang membagi siswa menjadi tipe menyeluruh atau wholist, dan tipe serial atau serialist juga menganut teori sibernetik. Masingmasing akan dijelaskan secara singkat sebagai berikut:
A.    Teori Pemrosesan Informasi
Dalam upaya menjelaskan bagaimana suatu informasi (pesan pengajaran) diterima, disandi, disimpan dan dimunculkan kembali dari ingatan serta dimanfaatkan jka diperlukan, telah dikembangkan sejumlah teori dan model pemrosesan informasi oleh pakar seperti Biehler dan Snowman (1986) , Baine (1986) , Tennyson (1989). Teori-teori tersebut umumnya berpijak pada tiga asumsi ( Lusiana, 1992) yaitu :
1.       Bahwa antara stimulus dan respon terdapat suatu seri tahapan pemrosesan informasi dimana pada masing-masing tahapan dibutuhkan sejumlah waktu tertentu.
2.      Stimulus yang diproses melalui tahapan-tahapan tadi akan mengalami perubahan bentuk ataupun isinya.
3.      Salah satu dari tahapan kapasitas yang terbatas.

Dari ketiga asumsi tersebut, dapat dikembangkan teori tentang komponen struktur dan pengatur alur pemrosesan informasi ( proses kontrol ). Komponen pemrosesan informasi dipilah menjadi tiga berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk informasi, serta proses terjadinya “lupa” . ketiga komponen tersebut adalah 1) sensori receptor, 2) working memory dan 3) long term memory. Ssedangkan proses control di asumsi sebagai strategi yang tersimpan didalam ingatan dan dapat dipergunakan setiap saat diperlukan.
a.       Sensory Receptor (SR)
Sensory receptor atau SR merupakan sel tempat pertama kali informasi diterima dari luar. Didalam SR informasi ditangkap dalam bentuk aslinya, informasi hanya dapat bertahan dalam waktu yang sangat singkat, dan informasi tadi mudah terganggu atau berganti.
b.      Working Memory (WM)
Working Memory (WM) diasumsikan mampu menangkap informasi yang diberi perhatian (attention). Pemberian perhatian dipengaruhi oleh peran persepsi. Karakteristik WM adalah 1) Ia memiliki kapasitas yang terbatas, lebih kurang 7 slots. Informasi didalamnya hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik apabila tanpa upaya pengulangan atau rehearsal. 2) Informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya. Asumsi pertama berkaitan dengan penataan jumlah informasi, sedangkan asumsi kedua berhubungan dengan peran proses kontrol. Artinya, ada informasi dapat bertahan dalam WM , maka upayakan jumlah informasi tidak melebihi kapasitas WM disamping melakukan rehearsal. Sedangkan penyandian pada tahapan WM , dalam bentuk verbal, visual, ataupun semantik, dipengaruhi oleh peran proses kontrol dan seseorang dapat dengan sadar memngendalikannya.
c.       Long Term Memory (LTM)
Long Term Memory (LTM) diasumsikan : 1) berisi semua pengetahuan yang telah dimiliki oleh individu, 2) mempunyai kapasitas tidak terbatas , dan 3) bahwa sekali informasi disimpan di dalam LTM ia tidak akan pernah terhapus atau hilang. Persoalan “ lupa” pada tahapan ini disebabkan oleh kesulitan atau kegagalan memunculkan kembali informasi yang diperlukan. Ini berarti , jika informasi ditata dengan baik maka akan memudahkan proses penelusuran dan pemunculan kembali informasi jika diperlukan. Dikemukakan oleh Howard (1983) bahwa informasi disimpan didalam LTM dalam bentuk prototype yaitu suatu struktur representasi pengetahuan yang telah dimiliki yang berfungsi sebagai kerangka untuk mengkaitkan pengetahuan baru. Tennyson (1989) mengemukakan bahwa proses penyimpanan informasi merupakan proses mengasimilasikan pengetahuan baru pada pengetahuan yang telah dimiliki, yang selanjutnya berfungsi sebagai dasar pengetahuan ( knowledge base) (Lusiana, 1992).
Sejalan dengan teori pemrosesan informasi, Ausubel (1968) mengemukakan bahwa pemerolehan pengetahuan baru merupakan fungsi struktur kogitif yang telah dimiliki individu. Reigeluth dan Stein (1983) mengatakan bahwa pengetahuan ditata di dalam struktur kognitif secara hierarkis. Ini berarti, pengetahuan yang lebih umum dan abstrak yang diperoleh lebih dulu oleh individu dapat mempermudah pemerolehan pengetahuan baru yang lebih rinci. Semakin baik cara penataan pengetahuan sebagai dasar pengetahuan yang datang kemudian , semakin mudah pengetahuan tersebut ditelusuri dan dimunculakan kembali pada saat diperlukan.
Read more...
separador

Selasa, 16 April 2013

PENIDDIKAN BERKARAKTER



A.    PENGERTIAN PENDIDIKAN KARAKTER
Pendidikan karakter merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan peserta didik guna membangun karakter pribadi dan/ kelompok yang unik baik sebagai warga negara . hal itu diharapkan mampu memberikan kontribusi optimal dalam mewujudkan masyarakat yang berketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, berkeadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
B.     TUJUAN, FUNGSI DAN MEDIA PENDIDIKAN KARAKTER
1.      Tujuan Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
2.      Fungsi Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter berfungsi dalam :
a.       Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik dan berperilaku baik.
b.      Memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur
c.       Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
3.      Media Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup:
F Keluarga
F Satuan pendidikan
F Masyarakat sipil dan politik
F Pemerintah
F Dunia usaha
F Media massa
Meskipun telah terdapat 18 nilai pembentuk karakter bangsa, namun satuan pednidikan dapat menentukan prioritas pengembangannya dengan cara melanjutkan nilai prakondisi yang diperkuat dengan beberapa nilai yang diprioritaskan dari 18 nilai diatas. Dalam implementasinya jumlah dan jenis karakter yang dipilih tentu akan dapat berbeda antara satu daerah atau sekolah yang satu dengan yang lain.
Hal itu tergantung pada kepentingan dan kondisi satuan pendidikan masing-masing. Diantara berbagai nilai yang dikembangkan, dalam pelaksanaannya dapat dimulai dari nilai yang esensial, sederhana dan mudah dilaksanakan sesuai dengan kondisi masing-masing sekolah/ Wilayah, yakni bersih, rapi, nyaman, disiplin, sopan dan santun.







C.    PERANAN PENTING PENDIDIKAN KARAKTER BAGI PEMBANGUNAN BANGSA
Di Indonesia pelaksanaan pendidikan karakter saat ini memang dirasakan mendesak. Gambaran situasi masyarakat bahkan situasi dunia pendidikan di Indonesia menjadi motivasi pokok pengarusutamaan (mainstreaming) implementasi pendidikan karakter di Indonesia. Pendidikan karakter di Indonesia dirasakan sangat perlu pengembangannya bila mengingat makin meningkatnya tawuran antar pelajar, serta bentuk-bentuk kenakalan remaja lainnya terutama dikota-kota besar pemerasan/kekerasan (bullying), kecenderungan dominasi senior terhadap junior, fenomena suporter bonex, penggunaan narkoba, dan lain-lain. Sebagai bangsa, agaknya kita masih saja mengidap Inferiority complex, terbukti masih suka melahap tanpa seleksi segala produk-produk dan budaya asing. Parahnya, media massa juga lupa akan kewajibannya untuk ikut mencerdaskan bangsa dan memotivasi kepada budaya bangsa. Sementara itu, dalam dunia pendidikan kasus bertindak curang (cheating) baik berupa tindakan mencontek, mencontoh pekerjaan teman, atau mencontoh dari buku pelajaran seolah-olah merupakan kejadian sehari-hari.
Terkait dengan itu perlu ditegaskan bahwa korupsi bukan hanya soal mencuri uang Negara. Seorang akademikus yang melakukan plagiat atau seorang siswa yang mencontek tidaklah mencuri uang Negara, tetapi plagiat dan mencontek adalah indentik dengan korupsi. Disini lah mengapa pendidikan berbasis karakter dengan segala dimensi dan variasinya menjadi penting dan mutlak. Karakter yang ingin kita bangun bukan hanya karakter  berbasis kemuliaan diri semata, tetapi secara bersamaan membangun karakter kemulian sebagai bangsa. Karakter yang ingin kita bangun bukan hanya kesantunan, tetapi secara bersamaan kita bangun karakter yang mampu menumbuhkan kepenasaranan intelektual sebagai modal untuk membangun kreatifitas dan daya inovasi.
Berkaitan dengan dirasakan semakin mendesaknya implementasi pendidikan karakter di Indonesia tersebut, Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional dalam pulbikasinya berjudul Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter (2011) menyatakan bahwa pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong-royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.  
Dalam publikasi Pusat Kurikulum tersebut dinyatakan bahwa pendidikan karakter berfungsi :
1.      Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik;
2.      Memperkuat dan membangun prilaku bangsa yang multikultur;
3.      Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Dalam kaitan itu telah diidentifikasi sejumlah nilai pembentuk karakter yang merupakan hasil kajian empirik pusat kurikulum. Nilai-nilai yang bersumber dari agama, pancasila,budaya, dan tujuan pendidikan nasional tersebut adalah:
1.      Religius
2.      Jujur
3.      Toleransi
4.      Disiplin
5.      Kerja keras
6.      Kreatif
7.      Mandiri
8.      Demokratis
9.      Rasa ingin tahu
10.  Semangat kebangsaan
11.  Cinta tanah air
12.  Menghargai prestasi
13.  Bersahabat/ komunikatif
14.  Cinta damai
15.  Gemar membaca
16.  Peduli lingkungan 
17.  Peduli sosial
18.  Tanggungjawab

Pendapat Lickona tentang perlunya pelaksanaan pendidikan karakter di Amerika Serikat yaitu :
a.       Merupakan kebutuhan yang jelas dan mendesak
b.      Sejak dulu sampaisekarang penyebaran nilai-nilai menjadi tugas peradaban
c.       Peranan sekolahsebagai pendidikan moral menjadilebih vital karena jutaan anak-anak hanya mendapat  tuntunan moral sekadarnya dari para orang tuanya sementara itu, pusat-pusat pengaruh pembimbingan moral seperti gereja atau kuil, juga absen dalam kehidupan mereka.
d.      Bahkan dalam masyarakat yang penuh dengan konflik, selalu ada pemahaman etika secara umum.
e.       Demokrasi secara khusus memerlukan pendidikan moral
f.       Tidak ada suatu pendidikan yang bebas nilai
g.      Pertanyaan-pertanyaan tentang moral adalah satu pertanyaan besar yang dihadapi oleh setiap orang dan juga umat manusia.
h.      Telah hadir dukungan yang semakin besar dan berbasis luas terhadap pelaksanaan pendidikan moral di sekolah-sekolah.

Schwartz (2008) dalam suatu pertanyaan retorik menyampaikan : mengapa pendidikan karakter di perlukan? Menjawabnya dengan penjelasan bahwa pendidikan karakter terbukti membantu menciptakan perasaan sebagai anggota komunitas di sekolah.
Schwartz lebih lanjut memberikan penjelasan sebagai berikut :
·  Pendidikan  karakter membantu para siswa mencapai sukses baik di sekolah maupun dalam kehidupan
·                     Pendidikan karakter membantu para siswa siap merespon berbagai tantangan kehidupan
·                     Pendidikan karakter membantu meningkatkan perilaku prososial dan menurunkan sikap dan perilaku negative para siswa
·                     Orang-orang (dalam hal ini seluruh warga sekolah) yang berkata bahwa mereka peduli terhadap nilai-nilai, ternyata lebih senang bertindak berlandaskan nilai-nilai tersebut
·                     Pendidikan karakter menjadikan pengajaran berlangsung lebih mudah dan belajar berlangsung lebih efisien.
Ada tiga prinsip pokok pengembangan pendidikan karakter di Kanada (Berkowitz, 2008). Pertama, satu-satunya cara untuk membangun dunia yang lebih bermoral adalah dengan menciptakan manusia yang lebih bermoral. Kedua, pentingnya perwujudan kata pepatah yang mengatakan “ perilaku anak adalah satu-satunya bahan pertanggungjawaban yang dapat diminta kepada orang tua (dewasa). Ketiga, sekolah memiliki peranan dan pengaruh yang kuat dan ekstensif terhadap para muda karena mereka menghabiskan sebagian besar waktunya bertahun-tahun, sejak masih anak-anak sampai dewasa di sekolah.
Dalam konteks ini pendidikan karakter di Kanada menitikberatkan pengembangan nilai-nilai atau atribut yang meliputi:
1)      Rasa hormat pada diri sendiri, oranglain dan pada dunia tempat kita berdiam,
2)      Tanggungjawab
3)      Suatu orientasi, serta kapasitas untuk bertindak jujur dan adil,
4)      Kepedulian terhadap kesejahteraan oranglain
5)      Suatu komitmen untuk bertindak jujur dan adanya tujuan yang transparan,
6)      Dedikasi terhadap demokrasi, baik dalam politik maupun kehidupan sehari-hari.
D.    DAMPAK PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER YANG EFEKTIF
a.       Perbaikan iklim sekolah termasuk iklim pembelajaran
b.      Para siswa dan para staf menganggap sekolah sebagai tempat yang peduli, aman dan cocok bagi anak-anak.
c.       Para siswa berperilaku lebih santun dan pantas, serta prososial
d.      Tindakan-tindakan yang keliru dan tidak terpuji seperti penggunaan narkoba serta kekerasan menurun secara drastic
e.       Motivasi akademik serta skor prestasi siswa naik secara signifikan termasuk perolehan skor pada tes standar
f.       Para siswa meningkatkan keterampilan mereka dalam pemecahan masalah serta secara menakjubkan mampu mengembangkan kompetensi emosionalnya (termasuk aspek-aspek yang terkait kecerdasan social dan kecerdasan emosional).

E.     IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DI INDONESIA
Menurut Kementerian Pendidikan Nasional pendidikan karakter terus meliputi dan berlangsung pada:
1.      Pendidikan formal
Pendidikan karakter pada pendidikan formal berlangsung pada lembaga pendidikan TK/RA, SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA, SMA/MAK dan Perguruan Tinggi melalui pembelajaran, kegiatan kokurikuler dan atau ekstra-kurikuler penciptaan budaya satuan pendidikam, dan pembiasaan. Sasaran pada pendidikan formal adalah peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan.
2.      Pendidikan Nonformal
Dalam pendidikan nonformal pendidikan karakter berlangsung pada lembaga kursus, pendidikan kesetaraan, pendidikan keaksaraan, dan lembaga pendidikan nonformal lain melalui pembelajaran, kegiatan kokurikuler dan atau ekstra-kurikuler, penciptaan budaya lembaga, dan pembiasaan.
3.      Pendidikan Informal
Dalam pendidikan informal pendidikan karakter berlangung dalam keluarga yang dilakukan oleh orang tua dan orang dewasa didalam keluarga terhadap anak-anak yang menjadi tanggung jawabnya. 


BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Pendidikan karakter merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan peserta didik guna membangun karakter pribadi dan/ kelompok yang unik baik sebagai warga Negara. Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional dalam pulbikasinya berjudul Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter (2011) menyatakan bahwa pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong-royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
Pendidikan karakter membantu para siswa siap merespon berbagai tantangan kehidupan, Pendidikan karakter membantu meningkatkan perilaku prososial dan menurunkan sikap dan perilaku negative para siswa, Orang-orang (dalam hal ini seluruh warga sekolah) yang berkata bahwa mereka peduli terhadap nilai-nilai, ternyata lebih senang bertindak berlandaskan nilai-nilai tersebut, Pendidikan karakter menjadikan pengajaran berlangsung lebih mudah dan belajar berlangsung lebih efisien.
B.     SARAN
Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter (character building) karena character building inilah yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju, dan jaya serta bermartabat
Read more...
separador

Followers